Woiwnews.com – Halalbihalal merupakan salah satu tradisi yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia, terutama di kalangan umat Islam, ketika menyambut Hari Raya Idulfitri atau Lebaran. Tradisi ini menjadi momen penting bagi umat Islam untuk saling memaafkan dan menjalin silaturahmi setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halalbihalal diartikan sebagai kegiatan saling memaafkan yang biasanya dilakukan dalam sebuah pertemuan di tempat tertentu.
Meskipun istilah halalbihalal berasal dari bahasa Arab, namun hal ini bukanlah sebuah tradisi Arab, melainkan kebiasaan yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Tradisi ini memiliki asal-usul yang beragam, yang mencerminkan keragaman budaya dan sejarah di tanah air.
Menelusuri sejarah halalbihalal, terdapat beberapa versi yang dikemukakan oleh berbagai sumber. Salah satunya, menurut laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), istilah tersebut pertama kali muncul dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud pada tahun 1983. Dalam kamus tersebut, terdapat dua istilah terkait, yaitu “alal behalal” dan “halal behalal”. “Alal behalal” memiliki arti melakukan salam (datang dan pergi) untuk meminta maaf kepada orang lebih tua atau orang lain setelah berpuasa, sedangkan “halal behalal” bermakna saling memaafkan di saat Lebaran.
Versi lainnya mengatakan bahwa istilah halalbihalal mulai diperkenalkan oleh seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Abdul Wahab Hasbullah, kepada Presiden pertama Indonesia, Soekarno, pada tahun 1948. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk mempererat silaturahmi antar-pemimpin politik yang sedang mengalami konflik. Sejak saat itu, tradisi halalbihalal mulai dipraktikkan di berbagai instansi pemerintah.
Ada juga yang mengaitkan asal-usul halalbihalal dengan sejarah pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari, Solo, sekitar tahun 1935-1936. Para pedagang tersebut, dengan bantuan penduduk pribumi, mempromosikan dagangannya dengan menggunakan kalimat “Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal.” Dari situlah, istilah halal behalal mulai dikenal dan meluas di tengah masyarakat Solo.
Melihat dari beragam asal-usulnya, tradisi halalbihalal memiliki hikmah yang dalam. Dinukil dari Jurnal Studi Al-Quran (2018), tradisi ini mengandung nilai filosofis dalam upaya menjalin tali silaturahmi dan saling memaafkan antarsesama. Konsep saling memaafkan dalam halalbihalal bukan hanya sebatas hubungan antarmanusia, namun juga mencakup hubungan antara manusia dengan Allah, serta dengan makhluk lainnya seperti alam.
Dalam tradisi ini, umat Islam diajak untuk senantiasa bermaaf-maafan dan berlapang dada. Ini tercermin dalam praktik berjabat tangan dan saling memaafkan, sebagai wujud dari ajaran yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad sesuai dengan petunjuk Alquran dan hadis. Salah satu ayat Alquran yang menegaskan pentingnya saling memaafkan adalah Surah An-Nur ayat 22, yang mengajarkan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan demikian, tradisi halalbihalal bukan hanya sekadar ritual keagamaan, namun juga membawa makna yang mendalam dalam mempererat hubungan sosial dan spiritual umat Islam. Hal ini juga menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai seperti perdamaian, toleransi, dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang tercermin dalam keberagaman budaya dan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Tradisi halalbihalal menjadi salah satu simbol dari kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Di samping nilai-nilai keagamaan dan filosofis yang terkandung dalam tradisi ini, juga terdapat nilai-nilai sosial yang penting bagi kehidupan bermasyarakat. Tradisi ini memperkuat ikatan antarsesama, memupuk rasa persaudaraan, dan mempromosikan sikap tenggang rasa serta toleransi.
Dalam konteks sosial, halalbihalal menjadi sebuah momentum bagi masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kedekatan dan memperbaiki hubungan yang mungkin sempat renggang. Tradisi ini memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk merenungkan perbuatannya, meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan, serta memberikan maaf kepada orang lain.
Lebih dari itu, kegiatan juga memiliki dampak positif dalam membangun harmoni dan kerukunan antarberagama. Meskipun tradisi ini erat kaitannya dengan umat Islam, namun praktik saling memaafkan dan menjalin silaturahmi juga dapat melibatkan lintas agama. Banyak komunitas lintas agama di Indonesia yang turut merayakan halalbihalal bersama, sebagai upaya untuk memperkuat hubungan antarumat beragama dan mempererat persatuan bangsa.
Dalam ranah politik, tradisi halalbihalal juga memiliki makna yang mendalam. Sejarah mencatat bahwa tradisi ini pernah digunakan sebagai alat untuk memediasi konflik politik pada masa lampau. Contohnya adalah ketika KH Abdul Wahab Hasbullah memperkenalkan halalbihalal kepada Presiden Soekarno sebagai upaya untuk mendamaikan pemimpin politik yang sedang berseteru. Sejak saat itu, tradisi ini tidak hanya menjadi sarana untuk mempererat hubungan personal antarindividu, tetapi juga dijadikan sebagai instrumen politik untuk membangun kesepahaman dan persatuan di tengah perbedaan.
Namun demikian, di tengah kemajuan zaman dan perubahan sosial, tradisi halalbihalal juga mengalami transformasi. Praktiknya tidak lagi terbatas pada saling bertatapan mata dan berjabat tangan, tetapi juga dapat dilakukan melalui pesan teks, panggilan telepon, atau media sosial. Hal ini menunjukkan fleksibilitas tradisi dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat modern.
Meskipun begitu, penting untuk tetap menjaga nilai-nilai esensial dari tradisi itu sendiri, yaitu semangat memaafkan, saling menghormati, dan menjaga silaturahmi. Dalam suasana perayaan Idulfitri yang penuh kebahagiaan, tradisi halalbihalal menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan nilai-nilai luhur ini, serta menguatkan ikatan kebersamaan dalam keragaman budaya dan agama yang menjadi kekayaan Indonesia.
Dengan demikian, tradisi halalbihalal bukan sekadar sebuah ritual keagamaan, tetapi juga menjadi bagian integral dari identitas budaya dan sosial masyarakat Indonesia. Keberadaannya tidak hanya memperkaya warisan budaya bangsa, tetapi juga memperkuat fondasi keharmonisan dan persatuan di tengah-tengah perbedaan yang ada. Sebagai bangsa yang majemuk, tradisi halalbihalal mengajarkan kita untuk selalu merawat, menghormati, dan merayakan keberagaman, sebagai landasan utama dalam membangun Indonesia yang sejahtera dan beradab.
Baca juga: Simple dan Sat Set, Ini 10 Resep Kolak Menggoda Selera!
Sumber: Tempo.